Cari Blog Ini

Belajar dari Superhero

Sabtu, 21 Februari 2015

Aku memang senang membaca, termasuk membaca komik. Dan menurutku tempat paling tepat bagi pecinta komik adalah ngomik.com.

Setelah tadi baca-baca disana, aku jadi kepikiran tentang yang namanya SUPERHERO. Pahlawan pembela kebenaran.

Ingat superhero, mau tidak mau saya jadi ingat industri kreatif di Amerika. Dari yang saya baca-baca, industri kreatif di sana adalah penghasil uang terbanyak kedua setelah bisnis senjata, menghasilkan 11,2% pendapatan domestik bruto Amerika. 

Iron Man 3 contohnya, penghasilannya tahun 2013 tertinggi di dunia mencapai Rp12 trilliun. Seri Iron Man itu menghasilkan total 3,8 miliar US dollar atau Rp38 triliun, nomor dua Batman, nomor 3 Spiderman dan nomor empat Superman.

Pantas saja kalau dibilang mereka penghasil uang tertinggi kedua setelah bisnis senjata Amerika.

Tapi di Indonesia, banyak orang akan bengong ketika disebut Gundala. Tidak banyak yang tahu siapa itu Gundala, padahal Gundala itu komiknya mencapai 23 seri. Belum lagi kita memiliki 2 komik yang menghasilkan dua anggota DPR, yaitu Panji Manusia Millenium (Primus), Gerhana menghasilkan Poltak si Raja Minyak (Ruhut Sitompul). 

Belum lagi kita juga punya Godam Manusia Besi, Kalong Anak Kelelawar, Si Jampang, Si Pitung, Elang Hitam, Si Buta dari Gua Hantu, Gatot kaca, Wiro Sableng dan banyak lagi.

Tapi kalau kita lihat di ngomik.com disana ada komunitas komik dengan koleksi mencapai 6500 judul lebih saat ini. Ada 11.000 halaman dan 2.500 komik. 

Jadi jangan pernah putus asa, kita harus tetap yakin industri komik kita akan hidup. Oya, industri ekonomi kreatif itu kan berpusat produksi di otak. Tidak harus punya pabrik luas. 

Belajar dari Walt Disney di Amerika yang sukses menjual lisensi dan ide kreatifnya, pabriknya tidak di Amerika, dia taruh di Cina dengan alasan ekonomis.

Kesimpulannya satu: Superhero, dia bersemayam dalam ingatan. Jadi simpanlah dalam ingatanmu filosofi sang superhero. Mereka berani membela kejujuran, berani membongkar kebohongan, berani membela kebenaran, berani mengalahkan kezaliman. 

Dan superhero adalah orang yang membela kebenaran bukan membela karena dibayar.

Waduh.... aku lagi ngomongin apa sih ini? Parah... parah... tapi ya sudah, cuma itu yang bisa aku tulis malam. Night all!

Surga Juga Ada di Telapak Kaki Ayahmu Nak!

Sabtu, 07 Februari 2015

Sebelum beranjak tidur, aku iseng-iseng membaca lagi bukunya John Gray, Ph.D (entah untuk yang ke berapa kalinya) yaitu "Men are from Mars, Women are from Venus", yang akhirnya membuat aku tertarik untuk menulis artikel ini.

Dari membaca buku itu kali ini, aku menangkap (padahal dulu-dulu sama sekali tidak terpikirkan) bahwa ternyata ada 12 jenis cinta yang sama-sama dibutuhkan baik oleh pria maupun oleh wanita. Hanya saja urutan dan prioritasnya yang berbeda.

Perempuan, yang paling utama memerlukan:
- perhatian
- pengertian
- penghormatan dan kesetiaan
- penegasan dan jaminan

Sedangkan pria perlu memerlukan:
- penerimaan
- kepercayaan
- penghasilan
- kekaguman
- persetujuan dan dorongan 

Tetapi juga ada perbedaan mendasar dalam praktek nyata. Bahwa kesalahan umum kaum perempuan adalah selalu berusaha memberikan nasihat bagi pasangannya. Sementara kesalahan umum pria, adalah kurangnya kemampuan untuk mendengarkan.

Terlepas dari itu, kita kerap mendengar kecemburuan, katanya surga itu ada di telapak kaki ibu, dan ibu disebut sebanyak tiga kali baru kemudian pria disebut sekali saja. 

Aku pun seorang ibu, tapi sungguh aku ingin sekali menulis surat untuk anakku: 

Anakku, memang ayahmu tidaklah mengandungmu, tapi darahnya mengalir di darahmu. Namanya melekat di namamu. 

Nak, ayah memang tak bisa menjagamu setiap saat, tapi tahukah kau, di dalam do'anya ada namamu selalu disebutnya.

Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar, itu agar ia terlihat kuat di matamu. Agar kau tak ragu untuk berlindung di lengannya dan di dadanya ketika kau merasa tak aman. 

Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan tak seerat pelukan bunda, karena kecintaannya yang sangat, ia takut tak sanggup melepaskanmu. 

Dia ingin kau mandiri, agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semuanya sendiri. 

Bunda hanya ingin kau tahu nak, bahwa cinta ayah kepadamu sama besar dengan cinta bunda. Jadi anakku, di dirinya juga terdapat surga bagimu, bukan hanya di kaki bunda. Maka hormati dan sayangi ayahmu.

Asyik, Akhirnya Aku Bisa Menulis Lagi!

Kamis, 05 Februari 2015

Lama nggak nulis, 2 bulan sudah. Maunya sih nulis tiap hari, tapi ada aja yang membuatku selalu menundanya.

Mulai dari 'gangguan' dari kesibukan pekerjaan rumah, sampai sibuk ngikutin berita kisruh KPK vs POLRI yang tak kunjung usai. Capek lihatnya, tapi asyik tuk diikuti, penasaran apa yang terjadi di episode berikutnya, hehe....

Tapi, mudah-mudahan, mulai hari ini aku bisa nulis lagi. Mudah-mudahan KPK dan POLRI-nya cepetan damai. Mudah-mudahan, otakku jadi encer untuk merangkai kalimat. Mudah-mudahan masih ada satu dua yang mau membacanya. Mudah-mudahan.... semuanya jadi mudah!

Aminn.....

Belajar dari Sinetron: Jadilah Diri Sendiri

Senin, 01 Desember 2014

Sudah bertahun lalu saya memutuskan untuk tidak nonton sinetron lagi. Abis kesel, capek, ceritanya selalu sepertinya tidak berujung. Muter-muter, balik lagi kesitu, kesitu lagi balik. Kalau gak masuk rumah sakit, jatuh ke jurang, pasti hilang ingatan. 

Tapi tadi sore, saya terpaksa nonton sinetron karena ada seorang teman main ke rumah dan terjadilah perebutan kekuasaan remote control. Ya sudah, sebagai tuan rumah saya mengalah.

Dia bilang, kamu gak suka ya nonton sinetron? Saya jawab gak. Saya lebih suka nonton berita. 

Loh kenapa? Karena berita itu fakta. Sinetron itu fiksi. Dia diem aja.

Tapi setelahnya saya jadi mikir. Berita itu fakta. Sinetron itu fiksi. Benarkah?

Dalam kenyataannya, seringkali berita menjadi fiksi. Bahasa narasinya sangat hiperbolik, pakai musik yang dramatik, kemudian liputannya tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi, sepihak, tidak seimbang. 

Jelas ini melanggar kode etik jurnalistik, sehingga sering membuat orang bingung: ini berita atau fiksi?

Di sisi lain, sinetron yang katanya fiksi, tapi sering memunculkan fakta. Fakta bahwa sinetron Indonesia ternyata kebanyakan adalah jiplakan. Kebanyakan jiplak dari Korea.

Yang menariknya lagi, di Korea-nya sendiri tidak punya sinetron panjang, paling panjang cuma 52 episode, kebanyakan malah hanya sekitar 26 episode. Tapi kok bisa yah, ketika di Indonesia dijiplaknya bisa menjadi beratus-ratus episode?! Aneh memang.

Saya tadi buka Wikipedia, saya ketik 'Sinetron Indonesia', ternyata ada 3.864 halaman. Wah, banyak sekali. Pantas saja, saking banyaknya sampai-sampai para pelaku industri sinetron kehilangan ide (atau memang mental copy-cat?), sehingga harus menjiplak sinetron luar negeri.

Ya sudahlah. Inilah industri. Karena nyatanya 40% lebih belanja iklan di televisi yang katanya mencapai angka 145 triliun per tahun, adalah untuk sinetron. Tidak peduli itu jiplakan, tidak perduli itu mendidik atau tidak, yang penting dapat keuntungan.

Kesimpulan
Bingung buat kesimpulannya. Karena gak tahu ini ngomongin apa, hehe... Tapi karena dipaksa membuat kesimpulan, ya sudah kesimpulannya ini saja:

Jadilah diri sendiri.
Karena ketika kita hidup dalam kepura-puraan: berusaha menjadi orang lain, meniru gaya orang lain, maka tak ubahnya kita sedang berjalan pada titian panggung sandiwara sinetron.

Ketahuilah: Posesif itu Bukan Cinta!

Minggu, 30 November 2014

Saya ingat dulu ada sebuah iklan di televisi:

"Kamu lagi dimana? Lagi Apa? Sama siapa?"

Itulah yang kata orang dinamakan terlalu posesif. Capek kali ya punya pasangan yang posesif?!

Posesif adalah rasa ingin memiliki secara berlebihan. Menurut saya biasanya penyebabnya ada 6:

1. Takut kehilangan
2. Pernah gagal menjalin hubungan
3. Pernah dikhianati
4. Kehilangan figur yang disayangi
5. Mencium hadirnya pihak ketiga
6. Merasa memiliki sepenuhnya

Padahal sejak ribuan tahun lalu, para cerdik cendekia telah berpendapat bahwa:

"Keutamaan itu terletak di tengah dan segala yang ekstrim selalu berakhir pada kejahatan"

Ungkapan ini mengandung kebijaksanaan yang besar. Lihat saja, cinta yang ekstrim akan bermuara pada kebencian. Makanya cinta harus disertai kesadaran.

Cinta tidak boleh menjadi berlebihan. Karena seperti ungkapan tadi, apapun yang berlebihan akan selalu menjadi benih kejahatan. Cinta yang berlebihan pada hakikatnya bukanlah cinta, melainkan lebih pada potensi bagi kejahatan, kebencian dan dendam.

Bukankah akan lebih indah jika kamu berkata:

Cukup bagiku hadirmu, membawa cinta selalu dan sepenuhnya menerima dua beda menyatu. 

Saling mengisi tanpa pernah mengekang diri?

Kuncinya: singkirkan sikap posesif yang berlebihan, untuk sebuah hubungan yang lebih positif.

Dan jika hanya mau mengingat satu kalimat:

Jadikan percaya sebagai yang utama!
 

Entri Populer